Review Mocas 2 SPB 2017
SURAKARTA – pada hari Jumat (22/8) para siswa
Sekolah Penurus Bangsa Universetas Sebelas Maret Surakarta melakukan kunjungan
ke Laweyan, tepatnya di Museum Samanhudi guna mengetahui napak tilas salah satu
tokoh kebangsaan penggerak ekonomi kerakyatan di Indonesia, beliau adalah Bapak
Samanhudi atau Kyai Haji Samanhudi. Awalnya para siswa berkumpul di aula untuk
mendengarkan sedikit biografi tentang Samanhudi.
Samanhudi lahir di Laweyan, pada tahun 1868, dan
meninggal di Klaten, pada tahun 1956 di usia 88 tahun. Nama kecil beliau adalah
Sudarno Nadi. Beliau memiliki 3 saudara. Beliau juga memiliki 2 istri dan 9
anak. Istri pertama beliau adalah seorang pribumi, dan istri ke-2 beliau adalah
seorang keturunan ningrat. Dari pernikahan pertama, beliau dianugrahi 8 orang
anak dan 1 anak di pernikahan ke dua.
Pada umur
13 tahun, beliau dipercaya untuk memimpin perusahaan dan memiliki jumlah
karyawan sebanyak 200 orang. Oleh karena itu, beliau berlajar banyak tentang
seluk beluk perdagangan pada kala itu. Di masa itulah Samanhudi menyadari
adanya perbedaaan perlakuan yang didapatkan oleh pedagang pribumi dan Tionghoa
dari pengusaha Hindia Belanda. Keadaan itulah yang mengilhami beliau untuk
mendirikan Sarekat Dagang Islam (SDI) pada tahun 1911.
“Namun sebelum tahun 1911, Samanhudi sudah
mengimpun organisasi yaitu pada tahun 1905. Selama sepak terjang beliau dalam
organisasi, tentunya ada pihak yang tidak menyukai beliau. Hal ini dikarenakan
Samanhudi dianggap berbahaya dan mengganggu stabilitas Belanda. Oleh karena
itu, pembantu gubernur jedral khusus pribumi berupaya untuk menjatuhkan beliau,
dengan cara menolak Samanhudi menjadi ketua pada saat kongres 20 April di
Surabaya. Sang pembantu jedral berpendapat bahwa Samanhudi tidak pantas menjadi
ketua karena beliau radikal, keras kepala, dan sebagainya” jelas narasumber
Setelah cukup mendapatkan sedikit materi tentang
biografi Samanhudi, para siswa diajak untuk berkeliling museum dan berziarah ke
makan sang pahlawan nasional. Samanhudi juga pendiri kampung wisata batik
Laweyan, sehingga Laweyan terkenal dengan batiknya. Sebelum perjalanan menuju
makam, para siswa mampir terlebih dahulu di Masjid Laweyan, yang dulunya adalah
pura. Masjid ini adalah salah satu masjid tertua di Solo, dan masjid ini
menjadi saksi bisu persebaran agama islam pada kala itu. Selain berziarah,
siswa SPB juga mendapat kesempatan untuk melihat rumah Soekarno yang diberikan
kepada Samanhudi. Samanhudi dan Soekarno adalah teman dekat.
Begitu banyak peninggalan Samanhudi yang ada di
Kampung Batik Laweyan. Ada makam, masjid, tugu, jembatan, rumah Soekarno, dan
cagar budaya. Masing-masing memiliki nilai historis tersendiri.
Pada tahun 1960 Presiden Soekarno memberikan
gelar pahlawan nasional terhadap Samanhudi Karena jasa-jasanya.
Komentar
Posting Komentar